Lahan pasir pantai merupakan
lahan marjinal yang dikenal sulit dimanfaatkan untuk pertanian. Namun,
meningkatnya harga sewa lahan pertanian membuat Pak Subandi dan teman-temannya
beralih ke lahan pasir pantai sebagai alternatif. Dengan bantuan Dinas Pertanian
Bantul, akhirnya lahan pasir pantai tersebut bisa digunakan sebagai lahan
pertanian dengan mencampur pasir, tanah liat, dan pupuk kandang. Keadaan yang
kering dan gersang di daerah tersebut mengharuskan penggunaan sistem irigasi
yang agak berbeda dari yang lainnya. Lahan tersebut menggunakan dua sistem
irigasi, yaitu sumur renteng dan sumur bor. Sumur renteng terdapat pada tiap
kotak lahan yang dapat dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan.
Departemen Penguatan Eksternal (Panter) IMAGRO
mengadakan acara “Farming Education” dalam rangka belajar budidaya tanaman
pertanian langsung dari kelompok tani atau petani yang ada di sekitar DIY.
Tahun ini, Panter bersama mahasiswa jurusan Budidaya Pertanian belajar
membudidayakan bawang merah di lahan pasir pantai Samas milik Pak Subandi pada
hari Selasa (10/6/2014). Acara dimulai pukul 15.00 WIB dengan pembukaan dan
pengantar atau perkenalan tentang lahan pasir, seletalah itu dilanjutkan dengan
praktek langsung untuk mengolah lahan pasir pantai tersebut dan cara menanam
bawang merah yang benar di lahan pasir pantai. Acara berakhir pukul 17.40
dengan penyerahan kenang-kenangan “Mungil Culture” kepada Pak Subandi.
Sistem penanaman menggunakan
sistem bedengan. Pak Subandi menyediakan dua bedengan sebagai contoh untuk
pengolahan. Ukuran bedengan 1 meter x 6 meter dengan tinggi 30 cm. Pertama
diawali dengan olah tanah menggunakan cangkul kemudian tanah diratakan
menggunakan alat serok. Setelah rata, permukaan tanah ditaburi oleh pupuk
organik sebanyak 5 kg per bedeng dan tanah siap ditanami bawang. Jarak tanam
benih 20-25 cm dengan cara dilubangi terlebih dahulu menggunakan jari, lalu
benih bawang merah dimasukkan ke dalam lubang dengan posisi akar di bawah. Tanpa
menutup lubangnya, bedengan yang sudah ditanami bawang merah langsung disiram
atau dilembabkan. Sistem pengairannya pun ada dua, yaitu dengan penyiraman
langsung, dan menggunakan sistem aliran diantara tiap-tiap bedengan. Biasanya,
petani juga menanam timun atau tanaman-tanaman lain secara bersamaan di
sela-sela tanaman bawang merah tersebut (tumpang sari).
Pembuatan pupuk organik yang
digunakan cukup mudah. Pertama, pembuatan mikroba yang terdiri dari lemen 1
ekor sapi, tetes tebu 5 liter, kapur 5 sdm, terasi 200 gr, ragi 200 gr dan
kemudian disimpan di tong tertutup selama 20 hari. Setelah mikroba jadi,
kotoran sapi, sekam, dan kapur (dengan perbandingan komposisi 60:20:20)
dicampur dengan mikroba kemudian ditutup selama 15 hari. Nantinya, pupuk organik
ini akan memicu gulma untuk tumbuh. Namun, gulma yang tumbuh tidak terlalu
banyak sehingga tidak dilakukan perlakuan khusus untuk mengendalikan gulma
tersebut.
Pak Subandi mengatakan bahwa
bertani bawang merah di lahan pasir ini menguntungkan. Modal yang dibutuhkan 65 juta rupiah per
hektar dengan pendapatan 200 juta rupiah. Sehingga diperoleh laba 135 juta
rupiah per hektar. Didukung dengan umur bawang merah yang singkat yaitu 50
hari. Terlebih pupuk, mikroba, benih dapat diproduksi sendiri. Kendala yang
dihadapinya yaitu kabut laut yang mengandung kadar garam tinggi. Penanganan
dilakukan saat kabut datang pada pagi-sore, tanaman langsung disiram air.
Apabila kabut datang pada malam hari, tidak ada penanganan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar