Mas di IMAGRO jadi Penguatan Internal ya?
Iya dek emang kenapa ya..
Habis mas telah mengkaderisasi cinta di dalam hatiku~
Setahu saya sejarah adalah hal terpenting untuk dipelajari, walaupun saya sendiri sebenarnya muak belajar sejarah saat SMP dulu. Bagaimana tidak? Di zaman yang modern ini kita dulu harus mempelajari arca yang tampangnya menyeramkan dan cerita-cerita magis yang sebenarnya saya masih tidak percaya itu pernah terjadi di tanah air kita ini. Untuk itu muncul ide saya untuk mencari tahu sejarah IMAGRO lewat para alumni sukses yang tersebar di penjuru Indonesia sekaligus pembuktian kalau masuk Budidaya Pertanian (Buper) pasti nanti bisa sukses seperti Bapak Kokot Dananjoyo S., alumni Agronomi tahun 1991. Saat ini beliau bekerja di Bank Mutiara. Gak main-main posisinya loh, beliau sekarang menjabat sebagai Accounting Division Head (tau gak nang artinya?) yang posisinya hanya 1 level di bawah direksi. Mungkin pada bingung ya gimana sih caranya beliau menjadi sukses, yuk kita simak hasil percakapan saya dengan beliau.
Gedung International Financial Centre (tau gak nang artinya?) yang terletak di Jalan Jend. Sudirman, Jakarta adalah tempat dimana Pak Kokot bekerja di Bank Mutiara. Awalnya saya merasa canggung untuk bisa bertemu dengan beliau karena melihat posisinya yang sudah sangat tinggi di perusahaan tersebut. Namun karena memang tuntutan hawa nafsu untuk memenuhi hasrat ingin tahu dari dalam diri, saya mencoba memberanikan diri bertemu dengan beliau. Kesan hangat saat pertama kali saya bertemu beliau, sapaan ramahnya khas orang Jogja dan beberapa pertanyaan seputar perjalanan saya menuju kantor beliau cukup mencairkan suasana. Sampai akhirnya kita memulai percakapan yang ternyata pria berbadan tinggi kurus ini menggunakan subjek ‘lu-gue’. Saya sendiri bingung dan terjadi pergejolakan asmara dalam hati, apakah saya harus ikutan ‘lu-gue’ yang memang dalam lubuk hati paling dalam ini saya sebenarnya muak pake subjek ‘aku-kamu’ yang saat di Jakarta dipakai untuk yang pacaran saja. Man! Emang gw pacaran sama lu pada pake aku-kamu segala? Namun untuk menjaga norma di Jogja saya dengan terpaksa menggunakan aku-kamu. Tapi kembali ke cerita Pak Kokot ini ya, saya menggunakan subjek ‘saya’ dan beliau menggunakan subjek ‘lu-gue’. Memang terdengar freak tapi untung di bagian accounting (tau gak artinya nang?) sudah sepi jadi tidak ada yang memperhatikan.
Berbekal keberanian, wajah tampan mempesona, dan sebundel pertanyaan yang dititipkan oleh kadiv AGROPERS, saya berhasil membunuh waktu selama 2 jam lebih mengobrol dengan beliau. Banyak pertanyaan yang saya ajukan kepada mantan Presiden IMAGRO pada tahun 1992 ini, seperti seberapa pentingnya soft skill dalam kehidupan di dunia kerja. Dengan semangat beliau menjawab “wooh penting itu” jawabnya singkat. Beliau menjelaskan adanya perbedaan proporsi penggunaan hard skill (akademis) dan soft skill (non-akademis) dalam dunia kerja. Semakin tinggi posisi di dalam organisasi maupun perusahaan maka soft skill akan semakin dibutuhkan. Berbeda lagi saat kita masih pada posisi staff, maka hard skill-lah yang lebih dituntut untuk lebih besar proporsinya namun tidak lupa untuk terus melatih soft skillnya. Tapi walaupun begitu dia menegaskan setiap mahasiswa harus memiliki soft skill yang cukup dengan berorganisasi ataupun ikut serta dalam kegiatan mahasiswa. Dengan soft skill yang terasah beliau merasakan banyak aspek positif yang didapat seperti daya analisa, mental, dan mengatur diri baik dalam segi waktu maupun emosi.
Setelah lama bercerita nostalgia seputar kehidupan mahasiswa, Pak Kokot yang ternyata pernah menjual motornya karena kurangnya dana pada suatu acara IMAGRO, beliau juga ternyata pernah menjabat sebagai Sekjen FKK HIMAGRI pada tahun 1993 (pada saat itu beliau merangkap jabatan sebagai Presiden IMAGRO) dan mungkin itu juga satu-satunya Sekjen FKK HIMAGRI dari UGM. Sedikit beliau bertanya tentang apa yang dipelajari di bangku kuliah dan keorganisasian seputar agronomi, dan ternyata beliau kaget saat saya membicarakan tentang Departemen Konprof yang mempelajari Hidroponik. Spontan beliau berkata “hah masih hidroponik? Dari zaman gue kuliah masih aja hidroponik?”, saya juga sempat bingung dengan perkataan beliau tersebut karena memang kenyataannya itu yang saya dapat di organisasi. Menyikapi masalah tersebut beliau memberikan masukan kepada IMAGRO agar dapat menjembatani ilmu pengetahuan seputar pertanian kepada mahasiswa agar tidak terkesan pertanian yang ketinggalan zaman, khususnya pada Departemen Litbang (Penelitian dan Pengembangan). Pak Kokot menyarankan untuk lebih mempelajari teknologi yang ada saat ini lewat internet dan menyebarkannya kepada teman satu jurusan.
Tidak terasa waktu sudah menunjukan waktu berbuka, akhirnya beliau mengajak saya untuk berbuka bersama dengannya di Restoran Warung Penang yang terletak di daerah Setia Budi. Mengendarai Toyota Camry 2.5, bapak satu anak ini terus mengajak ngobrol saya di perjalanan menuju restoran baik seputar kehidupan saat mahasiswa dulu hingga politik kampus yang sampai sekarang masih menjadi topik abadi yang sangat seru untuk dibicarakan. Sesampainya di sana saya dijamu seperti tamu bisnisnya, terkesan mewah dan suasana yang sangat kekeluargaan. Sedikit selingan saya bertanya kepada beliau, manakah yang lebih menyenangkan antara menjadi pengusaha dan pejabat pemerintahan. Sempat beberapa saat beliau berfikir untuk memberikan jawaban yang tepat agar saya tidak terjerumus ke jalan yang tidak dikehendaki Allah SWT. Beliau akhirnya berpendapat bahwa hidup ini pilihan, beliau tidak bisa menyarankan apapun untuk menjadi tujuan hidup seseorang. Beliau menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari tiap sisi baik pengusaha maupun pejabat pemerintahan. Menjadi pengusaha merupakan dambaan mahasiswa masa kini, gaji besar dan mempunyai kesempatan untuk semakin maju, namun pengusaha diharuskan untuk terus berinovasi dan memiliki beban yang sangat berat. Beliau memberikan contoh perusahaan Kodak yang saat ini kalah dengan merk kamera digital lainnya padahal dahulu adalah pelopor di bidangnya, itu dapat terjadi saat suatu perusahaan kehabisan inovasi. Berbeda dengan pejabat pemerintahan yang memiliki kehidupan tentram, adanya pensiunan tetap, dan memiliki kepastian karir tanpa harus takut terkena PHK namun dalam sisi lain dalam soal materi akan sangat jauh dibandingkan dengan pengusaha, “kecuali korupsi hahaha” sambungnya.
Akhirnya saat semua makanan yang tersedia di depan kami telah habis kami bersiap untuk pulang dan mengakhiri percakapan yang sangat berkesan ini. Sebelum kami berpisah di depan restoran beliau menitipkan banyak salam kepada teman-temannya yang berada di Jogja seperti Pak Panji dan Pak Jangkung, beliau juga berharap suatu saat IMAGRO bisa mengadakan gathering (tau gak artinya nang?) untuk kembali mengakrabkan tali silaturahmi yang sudah lama terputuskan. Di akhir pertemuan kami, saya sempat bertanya apakah suatu saat saya memiliki pertanyaan apakah saya masih bisa menghubungi beliau, Pak Kokot menjawab dengan sangat bersahaja “call me anytime, saya akan membantu mas fahmi”(tau gak nang artinya?). Itulah sedikit pengalaman saya sebagai pencari IMAGRO season 1 yang mencari tahu lebih dalam mengenai organisasi kita yang sangat tercinta ini. Oke, itu dia pengalaman menteri Pinter yang sangat mempesona ini, sampai berjumpa di perjalanan saya selanjutnya.
By Fahmi Ekaputra, Agronomi 2010
i am fucking great! yeaa
BalasHapus